BAHASA TERUKUR

300

Balaikota — Sebagai pejabat publik tentu kita punya etika berbicara di depan umum maupun ketika diwawancarai media. Ukuran berbicara kita tentu harus memenuhi syarat kesopanan dan kepantasan. Namun sering juga pejabat kelepasan bicara ketika yang ditanyakan adalah hal sensitif atau hal yang menyinggung perasaannya. Namun kami biasanya kalau ditanya wartawan tentang hal yang sensitif lebih baik tidak membicarakannya atau kadang lebih baik diam, apalagi yang sifatnya memancing emosi kita.
Belakangan seiring dengan makin dekatnya waktu Pilpres dan pemilihan legislatif, kadang ada saja gesekan dan kepentingan bermain. Biasanya kami juga berbicara lebih hati-hati atau dengan kata lain lebih terukur dan proporsional. Wajar hal ini kami jaga karena sebagai kepala daerah tentu apa yang kami sampaikan bisa berdampak jauh dan kadang bisa menimbulkan efek berbagai hal termasuk keamanan, kondusifitas daerah dan juga bahkan bisa berdampak hukum.

Walaupun demikian pengalaman mengajarkan pada kami bahwa kalau tidak penting lebih baik diam dan bekerja sajalah dengan baik. Lebih baik tidak terlalu sering berbicara bahkan selfie yang tidak perlu ada baiknya dihindari juga. Namun yg sulit dihindari adalah apa yang kita ucapkan ditafsirkan berbeda oleh wartawan atau media dan biasanya melebihkan atau mengurangi makna dari apa yang kita ucapkan.

Seperti berita kemarin di media yang menyatakan saya kader militan PKS, rasanya saya hanya bicara bahwa saya masih kader PKS dan pernyataan ini saya buat sehubungan dengan adanya orang PKS yang keluar dari partai dan kemudian ada yang mengklarifikasi. sempat saya kaget tapi memang begitulah kadang yang terjadi.

Contoh lain pernyataan bahwa saya akan pecat pegawai PDAM yang berasal dari Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota kalau sumber air warga Payakumbuh yang berasal dari sana dimatikan. Padahal bahasa sesungguhnya dari saya bahwa saya akan meninjau ulang perjanjian kerjasama yang ada dengan Nagari Sungai Kamuyang termasuk hak Pemko Payakumbuh untuk tidak menerima pegawai PDAM yang berasal dari sumber air apabila tidak bisa menjamin pasokan air.

Walaupun berbagai tafsiran di media berbeda dengan sesungguhnya, tapi media harus kita maklumi saja karena di sana juga ada unsur kepentingan yang tentu kita tidak bisa memerintah editornya. Namun satu hal kita sebagai pembaca media harus lebih cerdas saja melihat dan membaca apa yg tersurat dan tersirat sehingga bisa mengambil kesimpulan dari apa yg disampaikan. Saya yakin orang awak lebih cerdas dalam urusan begini. (Relis/Riza Falepi)