HumasKominfo — Senin (8/7), Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Payakumbuh melalui Bidang Kehumasan kembali menggelar diskusi pekanan “Senin Cerdas”. Polemik sistem Zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang cukup ramai diprotes menjadi pokok bahasan. Hadir selaku narasumber, Kepala Dinas Pendidikan Drs. AH. Agustion dan Kepala SMPN 4 Payakumbuh Mardiyus, M.Pd.
“Tema kita kali ini adalah Penerapan PPDB di Payakumbuh, Dilema Kebijakan Pemerataan dan Upaya Mengukir Prestasi,” ujar Kepala Dinas Kominfo melalui Kabid Kehumasan Irwan Suwandi saat memulai jalannya diskusi.
Dikatakan, kebijakan pemerataan penerimaan siswa diseluruh sekolah melalui sistem zonasi bisa saja meredupkan potensi anak cerdas yang tidak bisa sekolah disekolah favorit.
“Misalnya seorang anak dipinggiran kota. Dia sangat cerdas, tapi karena Zonasi, Dia terpaksa harus sekolah di sekolah terdekat dari rumahnya dengan fasilitas sekolah dan kualitas guru yang kurang. Inikan bisa mematikan potensi besar yang dimiliki anak tersebut,” ujar Irwan memancing diskusi.
Menanggapi itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala SMPN 4 Payakumbuh menyatakan hal itu tidaklah benar. Dikatakan, di Kota Payakumbuh, penerapan sistem zonasi penerimaan siswa sudah diikuti dengan penerapan zonasi guru dan zonasi sarana dan prasarana.
“Kita tidak hanya memeratakan siswa saja dalam Zonasi ini, tapi juga memeratakan guru melalui sejumlah mutasi dan juga memeratakan sarana serta prasarana sekolah, sehingga tidak ada lagi istilah sekolah favorit tersebut,” ujar AH. Agustion.
Dijelaskan, dengan kebijakan pemerataan guru dan juga sarana prasarana, maka kebijakan pemerataan penerimaan siswa melalui sistem zonasi relatif tidak bermasalah di Kota Payakumbuh.
“Ada dua zona yang kita terapkan, pertama zona murni dan kedua zona bersama. Setiap siswa sudah langsung teridentifikasi kemana zonanya mengacu kepada domisili. Secara kuota, jumlah kursi yang tersedia di tingkat SMP di Payakumbuh melebihi jumah lulusan SD, jadi tidak ada bermasalah,” ujar Agustion.
Ditambahkan, untuk mengakomodir sejumlah siswa yang tetap ingin bersekolah diluar zonanya, pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengatur hal tersebut. Dikatakan, ada Permendagri No. 20/2019 tentang zonasi yang memberi ruang bagi sekolah menerima siswa non zona sebanyak 20 persen.
“Ada ruang sebesar 20 persen menerima siswa non zona yang diatur Permendagri. Tapi itu khusus untuk penerimaan jalur prestasi sebanyak 15 persen dan mutasi orang tua 5 persen,” terang Agustion.
Agustion mengaku kerap mendapat titipan dari sejumlah orang tua agar anaknya bisa diterima disejumlah sekolah favorit tertentu. Namun dirinya mengaku tidak bisa mengabulkannya.
“Banyak juga yang datang langsung kesaya minta ini dan itu, Alhamdulillah sampai sekarang belum satupun yang saya penuhi,” ungkapnya.
Terkait ancaman penurunan prestasi kota Payakumbuh sebagai dampak dengan sistem zonasi ini, Agustion mengaku tidak khawatir. Pihaknya justru menyatakan sistem zonasi telah menjawab ketimpangan kualitas pendidikan Kota Payakumbuh selama ini.
“Kita sama sekali tidak khawatir, sebab zonasi penerima siswa sudah lama kita barengi dengan zonasi guru dan juga fasilitas. Guru-guru berprestasi disekolah favorit sebagian kita mutasi kesekolah non favorit, termasuk fasilitas kita lengkapi sehingga kualitas antar sekolah di Payakumbuh sudah relatif merata,” pungkas Agustion.
Sementara Kepala SMPN 4 Payakumbuh Mardiyus yang juga Kepala Sekolah SMP Terbaik se Sumatera Barat tahun ini juga mengaku tidak khawatir dengan adanya kebijakan zonasi. Pihaknya justru terbantu dengan hadirnya siswa-siswa potensial bersekolah ditempatnya.
“Kita bisa lihat saat ini, hasil perlombaan ditingkat SMP sudah merata, tidak ada lagi dominasi sekolah tertentu. Untuk prestasi di level propinsipun kita tidak kalah, buktinya Payakumbuh baru-baru ini keluar sebagai juara umum O2SN tingkat provinsi,” ujar Mardiyus. (*)