Gelar Sosialisasi ABK, DP3A-P2KB : Mari Penuhi Hak Mereka

149

Payakumbuh — Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan KB (DP3A-P2KB) Kota payakumbuh adakan acara sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Acara berlangsung di Aula Kantor tersebut, Jumat(12/4)

Sosialisasi ini dihadiri oleh perwakilan pengurus LPM se Kota Payakumbuh dan sejumlah OPD terkait. Adapun bertindak selaku narasumber, Quartita Evari Hamdiana dari dinas PPPA Provinsi, Dewi Marza, M.Pd, Kepala Sekolah SLB center, dan Fiona Ivella Harsyaf, S.Psi, M.Psi seorang psikolog.

Dalam paparannya, Quartita Evari Hamdiana menerangkan sosialisasi tentang anak berkebutuhan khusus ini diadakan agar adanya pemahaman dan pencerahan tentang keberadaan ABK.

“Kita ingin semua lapisan bisa menerima keberadaan ABK, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,” ujarnya.

Sementara Kepala Dinas DP3A-P2KB  Kkta Payakumbuh Syahnadel Khairi saat ditemui mengatakan penanganan anak berkebutuhan khusus perlu dilakukan sejak dini. Dikatakan, banyak hak yang harus diperoleh oleh para ABK.

“Selain meliputi pemenuhan hak sipil dan kebebasan ABK juga berha atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak pendidikan, hak kesehatan dan kesejahteraan dasar,” ujar Syahnadel.

Selanjutnya, “Anak berkebutuhan khusus juga harus mendapatkan hak perlindungan khusus meliputi kesehatan, terapi dan rehabilitasi, pendidikan dan pelatihan, perlindungan hukum, serta pengembangan keterampilan hidup (life skill) untuk hidup mandiri,” tambah Syahnadel.

Syahnadel menyayangkan, dewasa ini masih ada anggapan akan keberadaan ABK merupakan beban, aib, bencana dan kutukan. Banyak orang tua, keluarga dan masyarakat yang menyembunyikannya, sehingga anak berkebutuhan khusus mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan sebagaimana anak lain seusianya.

“Anggapan salah tersebut mengakibatkan anak berkebutuhan khusus mendapatkan kekerasan termasuk penelantaran dan pemasungan karena anak tersebut sering melakukan perusakan dan tidak bisa diatur serta meresahkan lingkungan sekitarnya,” ujar syahnadel.

Syahnadel berharap Dalam penanganan ABK, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kota, serta pemangku kepentingan lainnya perlu membangun komitmen bersama dalam penanganan anak berkebutuhan khusus. Dengan demikian program atau kegiatan yang dilaksanakan akan berkontribusi pada penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak berkebutuhan khusus. (humas)